Someday, someone will like me like i like you.

Do you believe in the idea of the right person at the wrong time?” Gaudi asked. And without hesitation he answered, “I don’t. If it’s the right person, than it’s the right time. And vice versa. There’s no in-between.”
Setelah duduk di luar pintu kamar kost Gaudi selama tiga puluh menit, akhirnya Soren memberanikan diri untuk mengetuk pintu kamar perempuan yang tangisannya sudah mulai mereda itu. Satu kali, tidak ada jawaban, dua kali, masih tidak ada jawaban. Saat Soren ingin mengetuk pintu kamar itu lagi, pintunya tiba-tiba terbuka. Matanya langsung bertemu mata sembab milik Gaudi. Sialan, Ia sungguh brengsek. Berbeda dengan Soren yang tampak terkejut, Gaudi menatap laki-laki di depannya itu dengan datar, seolah Ia sudah tau laki-laki itu akan datang menemuinya. “Di, gue minta maaf,” celetuk Soren dengan cepat saat Ia melihat tangan Gaudi hendak menutup kembali pintu kamarnya. Gaudi pun menghentikan pergerakannya, “Pulang,” balasnya dengan datar. “Gue beneran minta maaf di,” ucap Soren lagi sambil menahan pintu. “Gue tau, lu pasti nggak mau ngomong sama gue, gue ngerti. Tapi please di, kasih gue kesempatan buat minta maaf.”
“Udah gue maafin.”
“Gue brengsek banget di.”
“Emang,” balas Gaudi sambil menunduk, Ia tidak berani menatap mata laki-laki dengan hoodie hitam di hadapannya itu. Ia tidak mau menangis di depannya.
“Gue udah kelewatan.”
“Iya.”
“Gaudi,” panggil Soren yang akhirnya berhasil membuat Gaudi mendongakkan kepalanya. “Gue minta maaf.”
“Lu mau minta maaf berapa kali, Ren?” mendengar pertanyaan Gaudi, Soren menggelengkan kepalanya, “Ngeliat lu nangis gini… Gue beneran ngerasa gak pantes jadi temen lo. I’ve hurt you di, disaat seharusnya gue jagain lu, gue malah…”
“I really don’t mean to cry, Ren. Ini nggak seharusnya menjadi hal yang besar. Friends argue time to time, tapi I just… really feel overwhelmed and confused.” Soren terdiam, membiarkan Gaudi menyelesaikan kalimatnya. “I like you, Soren. Lebih dari temen. Jadi kalau lu bilang lu ngelewatin batas, I’ve crossed it first.”
Deg. Mendengar pengakuan Gaudi yang tiba-tiba, jantung Soren langsung berdetak lebih cepat dari biasanya. Ia tidak pernah menyangka seorang Gaudi menganggapnya lebih dari teman. Dasar bodoh, pikirnya. He has hurt her more than he thinks.
“Gausah ngerasa bersalah, yang ini salah gue udah diem-diem aja. Maaf — awalnya gue kira dengan gue diem aja everything will be fine, ternyata gue salah,” ucap Gaudi sambil berusaha menahan air matanya. “Sekarang you must be the one who feels overwhelmed — Its just.. I thought this is the right time to tell you how i felt biar gue nggak ngerasa ada beban lagi, supaya gue bisa move on. Sorry for being selfish, Ren.”
Soren tidak membalas ucapan Gaudi, tangannya langsung meraih Gaudi dan menariknya kedalam pelukannya, sambil mengusap-usap rambut Gaudi lembut, Ia terus mengucapkan kata maaf dan seketika Gaudi tau jawaban dari laki-laki itu.